Bimbingan Islam untuk Mendapat Keturunan yang Shalih 6

Memberi Nama Anak
Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu'thi


Pada hari ketujuh dari kelahiran bayi ia sudah harus diberi nama, ini dalam rangka menjalankan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana tersebut dalam hadits Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu anhu , bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk menamai anak pada hari ketujuh….[ Dinyatakan hadits hasan oleh Asy Syaikh al Albani dalam Shahih sunan at Tirmidzi no: 2832 cet. Al Ma’arif]
Namun dibolehkan memberi nama anak sebelum hari ketujuh. Landasannya adalah hadits Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
وُلِدَلِيَ الَّيْلَةَ غُلاَمٌ فَسَمَّيْتُهُ بِاسْمِ أَبِي إِبْرَاهِيْمَ صلى الله عليه وسلم
“Terlahir bagiku tadi malam anak laki-laki lalu aku memberinya nama (seperti nama) bapak saya, (Nabi) Ibrahim shallallahu alaihi wa sallam. [Shahih Muslim 2310]
Berkata an Nawawi rahimahullah :”Boleh menamakan anak di hari kelahirannya”.[ Syarh Shahih Muslim 14/100]
Berkata Ibnul Qoyyim :”Sesungguhnya hakekat penamaan adalah memperkenalkan sesuatu yang diberi nama. Karena jika sesuatu itu ada sementara ia tidak diketahui namanya tentunya tidak ada sesuatu yang menjadikan ia dikenal. (Bila demikian) maka boleh untuk memberi nama pada hari kelahirannya, dan boleh mengakhirkannya sampai tiga hari dan sampai hari di aqiqahi (hari ketujuh) dan boleh (juga) sebelum itu dan setelahnya, perkaranya disini luas”. Disini Ibnul Qoyyim membolehkan memberi nama anak setelah hari aqiqah (setelah hari ketujuh), namun dalam rangka mengamalkan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam seharusnya dihari ketujuh sudah diberi nama,atau kalau seorang mau maka boleh memberi nama sebelum hari ketujuh. [Tuhfatul Maudud : 71]

·        Yang Berhak Memberi Nama
Berkata Ibnul Qoyyim :”Suatu hal yang tidak ada perselisihan padanya diantara manusia (ulama) bahwa jika terjadi perselisihan antara bapak dan ibunya anak dalam penamaan anak maka bapaklah yang memiliki hak”. [Tuhfatul Maudud :85]
Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin :”Pada dasarnya (masalah] penamaan dikembalikan kepada (hak) bapak, karena dia yang memiliki hak kewalian. Akan tetapi seyogiyanya Si bapak bermusyawarah dengan ibunya anak dan saudara-saudaranya anak dalam penamaan….dan suatu hal yang telah maklum bahwa seorang apabila bersikap lapang terhadap keluarganya dan bermusyawarah dalam perkara seperti ini tentu tidak diragukan lagi hal itu termasuk kebaikan. Dan terkadang pendapat ibu bertentangan dengan pendapat bapak dalam penamaan, maka yang dijadikan pegangan adalah pendapat bapak. Namun, bila mampu memadukan antara dua pendapat tersebut dengan memilih nama yang ketiga (yang lain) yang bisa disepakati oleh dua belah pihak tentu ini lebih baik. Karena setiap kali terjadi adanya kecocokan tentu lebih baik dan enak di hati.[Asy Syarhul Mumti’ : 7/322]

·        Memberi Nama yang bagus
Hendaknya orang tua atau yang menduduki kedudukannya memberi nama anaknya dengan nama-nama yang bagus, yaitu bagus secara makna dan tidak bertentangan dengan aturan agama. Berkata Ays Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin :”Dalam kesempatan ini hendaknya seorang memilihkan untuk anaknya nama yang nantinya anak tidak akan menanggung celaan disaat dewasa dan tidak merasa tersakiti dengan nama itu, karena terkadang seorang ayah menyukai suatu nama tertentu akan tetapi di kemudian hari sang anak merasa tersakiti dengan nama tersebut sehingga menjadi sebab anak itu terganggu. Dan suatu hal yang maklum bahwa menyakiti seorang mukmin itu haram sehingga seorang (hendaknya) memilihkan nama yang terbagus dan paling dicintai Allah…..[Asy Syarhul Mumti’ 7/320-321]
Secara fitroh, orang senang dengan sebutan yang baik serta suka mendengarkan dan melihat sesuatu yang indah sehingga sangat tidak tepat bila ada yang mengatakan “Apa arti sebuah nama”.
Bila kita melihat sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam , kita akan dapati beliau shallallahu alaihi wa sallam menyukai nama yang baik dengan bukti ketika ada seorang sahabat memiliki nama yang tidak baik beliau menggantinya. Dahulu sahabat Umar bin Khattab memiliki anak perempuan yang diberi nama ‘Aashiyah (عَاصِيَةُ) maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi nama ia dengan Jamilah (جَمِيْلة). ‘Aashiyah artinya wanita yang bermaksiat sedangkan Jamilah artinya wanita yang cantik.
Sa’id bin al Musayyib meriwayatkan dari bapaknya, bapaknya dari kakeknya bahwa ia datang kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka Nabi bertanya “Siapa namamu? Ia (kakeknya Sa’id) menjawab “Hazn”. Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata “Kamu Sahl”. Berkata Hazn “Aku tidak akan merubah nama yang bapakku manamaiku dengannya. [Shahih al Bukhari 6190]
Hazn artinya keras, kaku dan kasar. Sedangkan Sahl artinya mudah dan lunak. Berkata Sa’id bin al Musayyib bin Hazn : “Perangai kaku/keras setelah itu selalu ada di tengan-tengah (keluarga) kami.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam merubah nama yang jelek dengan nama yang baik. Karena nama yang baik padanya ada suatu pengharapan kebaikan, sedangkan nama yang jelek menjadikan seorang  beranggapan ada kesialan padanya. Dan memang, nama punya pengaruh dan sarat akan makna, coba Anda perhatikan hadits Sa’id bin al Musayyib tadi, bagaimana pengaruh nama yang jelek dirasakan keluarganya padahal Nabi shallallahu alaihi wa sallam sudah menyarankan kakeknya untuk merubah namanya (Hazn) kepada nama yang baik yaitu Sahl, namun ia menolaknya dengan alas an tidak mau merubah nama yang telah diberikan kepadanya oleh orang tuanya, karena tetap bersikukuh dengan nama jelek yang diberikan oleh orang tuanya, maka pengaruh dari nama jelek itu dirasakan hingga oleh anak cucunya.
Dahulu ketika perjanjian Hudaibiyyah antara pihak muslimin dan kafirin para diplomat kafi Quraisy datang untuk berunding dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, namun tidak ada yang berhasil sampai datang utusan dari mereka yang bernama Suhail bin ‘Amr. Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat Suhail datang Nabi menyatakan قَدْسَهُلَ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ Perkara kalian telah mudah. [lihat Shahih al Bukhari no :2732] Suhail artinya mudah.

·        Nama yang Paling Bagus
Disunnahkan bagi keluarga yang dianugerahi anak untuk memilihkan nama baginya dari nama-nama yang dicintai Allah ta’ala dan yang mendekatinya dari nama-nama yang baik
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda ( yang artinya) :”Sesungguhnya nama-nama kalian yang paling dicintai Allah adalah ‘Abdullah dan Abdurrahman”. [Shahih Muslim :2132 dari Ibnu Umar]
Demikian pula sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam :
أَحَبُّ اْلأَسْمَاءِ إِلَى الله عَزَّوَجَلَّ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ وَأَصْدَقُهَا حَارِثٌ وَهَمَّامٌ وَاَقْبَحُهَا حَرْبٌ وَمُرَّةٌ.
“Nama-nama yang paling dicintai oleh Allah ‘Azza wajalla adalah ‘Abdullah dan ‘Abdurrahman dan yang paling jujur/cocok adalah Harits dan Hammam dan paling jeleknya adalah Harbun dan Murrah”. [Hr. al Bukhari dalam al Adab al Mufrad dan dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Shahih al Adab no: 625]
Hammam artinya adalah orang yang punya tekad/kehendak, sedangkan Harits artinya adalah orang yang berusaha. Dikatakan paling jujurnya nama karena mencocokinya nama terhadap makna. Karena tekad adalah permulaan suatu keinginan dan dari keinginan ini akan muncul adanya usaha. Sehingga orang yang diberi nama dengan dua nama tersebut tidak terlepas dari hakekat maknanya. Ini berbeda dengan orang yang diberi nama selain dua nama ini. [Faidhul Qadir 1/219]
Sedangkan Harbun artinya adalah perang dan Murrah artinya pahit. Adapun hadits yang berbunyi :
أَحَبُّ اْلأَسْمَاءِ إِلَى اللَّهِ مَاعُبِّدَ وَحُمِّدَ
“Nama yang paling dicintai Allah adalah yang menunjukkan kepada (arti) penghambaan (kepada Allah) dan (arti) pujian”.
Maka Syaikh al Albani mengatakan tidak ada asal usulnya. Hal ini telah ditegaskan oleh as Suyuthi dan selainnya”. [as Silsilah adh dhaifah no : 411]
Dan bagus kiranya memberi nama seperti nama-nama para Nabi alaihimush shalatu was salam . Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda : تَسَمُّوا بِاسْميِ  “Ambillah nama (seperti) nama saya”. [Shahih Muslim no : 2134]
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga memberi nama sebagian anak sahabatnya dengan nama para Nabi seperti dalam Shahih al Bukhari [No : 6198]

·        Nama nama Yang di Haramkan
Disana ada penamaan anak yang diharamkan agama, diantaranya :
1.      Seluruh nama yang padanya ada bentuk penghambaan kepada selain Allah, semisal عَبْدُ حُسَيْنٍ (hamba Husain) dan عَبْدُ الرَّسُوْلِ (hamba Rasul).
Bagi yang namanya ada bentuk penghambaan kepada selain Allah maka wajib diganti. Berkata Ibnu Hazm : “Mereka (ulama) sepakat tentang haramnya setiap nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah. [Tuhfatul Maudud halaman :72]
Dan bila seorang punya ayah atau kakek yang namanya padanya ada bentuk penghambaan selain Allah, sedangkan mereka telah meninggal maka nama tersebut tidak harus dirubah. Hal ini berlandaskan hadits أَنَاابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِّبِ “Saya putera Abdul Muththalib [Shahih al Bukhari no :2864]
Hal ini (tidak mengganti nama yang sudah meninggal) diperbolehkan karena bersifat pengabaran bukan memulai membuat nama [lihat Asy Syarhul Mumti’ 7/320]
2.      Nama مَلِكُ الْمُلُكِ (rajanya seluruh kerajaan), سُلْطَانُ السَّلاَطَيْن (penguasanya para penguasa) dan شَاهٍ شَاه (raja yang diraja)
Landasan tentang ini adalah hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, : (yang artinya): “Orang yang paling dimurka dan paling jelek disisi Allah di hari kiamat adalah seorang yang diberi nama مَلِكَ اْلأَمْلاَكِ (rajanya seluruh makhluk), (padahal) tiada raja yang sesungguhnya kecuali Allah”. [Muttafaqun’alaih]
3.      Nama سَيِّدُ النَّاسِ (sayyidunnasi/ pemimpin manusia) dan  سَيِّدُالْكُلِّ (sayyidul kulli/ pemimpin seluruhnya) karena nama ini hanya untuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
4.      Nama yang itu khusus untuk Allah seperti اَلاَحَدُ (yang maha esa) dan اَلرَّزَّاقُ  (sang pemberi rejeki). [lihat kitab Tuhfatul Maudud karya Ibnul Qoyyim]

·        Nama-nama Yang di Makruhkan
Yang dimaksud disini adalah nama-nama yang dilarang namun belum sampai tingkatan haram seperti Yasar (mudah), Rabah (orang yang untung), Najah (sukses) dan Aflah (beruntung). Hal ini berlandaskan hadits Samurah bin Jundub bahwa ia berkata :”Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang kami dari menamai budak kami dengan empat nama (yaitu) Aflah, Rabah, Yasar dan Nafi’ “.[Shahih Muslim : 2136]
Nama-nama yang tersebut diatas pada dasarnya dari sisi arti bagus, akan tetapi disana ada perkara lain yaitu semisal ada seorang mencari sosok orang yang bernama Rabah, (orang yang beruntung) lalu dikatakan bahwa disana tidak ada Rabah, maka orang yang mendengarnya tidak suka dengan jawaban itu yaitu Rabah tidak ada, yang bila diartikan berarti tidak ada disana orang yang beruntung, hal ini dikhawatirkan akan memunculkan anggapan sial.
Imam an Nawawi berpendapat bahwa larangan disini adalah makruh bukan haram. [Syarh Shahih Muslim 14/96]
Dan berikut ini beberapa penamaan yang dilarang :
1.      Memberi nama anak dengan nama-nama para syaithan seperti khinzab
2.      Nama-nama para thaghut dan diktator dzalim semisal Fir’aun dan Qarun
3.      Nama-nama yang memiliki arti yang tidak disukai oleh jiwa dan sulit diterima dihati orang yang mendengarnya seperti Harb (perang), Murroh (pahit), Kalbun (anjing)dan Hayyah (ular)
4.      Nama-nama malaikat. Dan ini diperselisihklan tentang kebolehannya. Asy Syaikh Ibnu Utsaimin lebih condong bahwa itu makruh [asy syarhul mumti’ 7/322]
5.      Memberi nama anak dengan nama-nama al Quran dan surat-surat al Qur’an (selain nama-nama Nabi dan Rasul) seperti  طَهَ (Thaha) يَس (Yasin) dan حَم (Haa mim), sebagaimana disebutkan oleh as Suhaili bahwa imam Malik memakruhkan memberi nama Yasin. Adapun apa yang disebutkan oleh orang-orang awam bahwa Thaha dan Yasin termasuk dari nama-nama Nabi shallallahu alaihi wa sallam maka ini tidak benar, karena tidak disebut dalam hadits yang shahih atau hasan atau mursal dan tidak ada pula penukilan dari Shabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam . ini hanyalah huruf-huruf hijaiyyah diawal sebagian surat al Qur’an.[Tuhfatul maudud 75-80]
·        Penamaan yang mengandung unsur tazkiyyah
Demikian pula dilarang memberi nama anak dengan nama yang padanya ada bentuk tazkiyyah (menganggap dirinya baik) seperti Mubarok (orang yang diberkahi), Muflih (orang yang sukses), dan Barrah (wanita yang baik), karena bisa jadi kenyataannya ia tidak seperti itu.[Tuhfatul maudud :74]
Telah disebutkan dalam shahih Muslim pada kitabul adab bahwa Zainab bintu Abi Salamah dahulu namanya Barrah (wanita yang baik) maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarangnya dengan mengatakan :
لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ البِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah kamu menganggap baik dirimu, (karena) Allah lebih tahu terhadap orang yang baik dari kalian”. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk menggantinya dengan nama Zainab.
Berkata imam ath Thabari :”Tidak sepantasnya seorang memberi nama dengan nama yang jelek maknanya dan nama yang menunjukkan kepada menganggap dirinya baik dan (demikian pula) nama yang artinya celaan. Meskipun nama hanyalah tanda bagi seorang yang tidak dimaksudkan artinya. Akan tetapi sisi tidak disukainya jika ada orang yang mendengar nama seperti itu nanti akan ada anggapan bahwa itu adalah sifat bagi orang yang diberi nama tersebut. Oleh karena itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengganti nama dengan suatu nama yang jika pemilik nama itu dipanggil maka nama itu benar (mencocoki sifatnya). [Fathul Bari 10/577 cetakan as salafiyyah]

Berkata Syaikh al Albani setelah menukil ucapan ath Thabari diatas : “Berdasarkan ini maka tidak boleh memberi nama عِزُّ الدِّيْنِ (‘izzuddin/ pemulia agama), مُحْيِ الدِّيْن (muhyiddin /orang yang menghidupkan agama), نَاصِرُ الدِّيْن (nashiruddin/ penolong agama) ….dan yang semisalnya. [Ash Shahihah 1/427 cetakan maktabah al Ma’arif)

Related Posts