بسم الله الرحمن الرحيم

Berlindung kepada Allah dari Empat Hal


Mengenal kebaikan lalu mengamalkannya dan mengetahui kejelekan kemudian waspada darinya merupakan jalan yang terang menuju keridhaan Allah. Tetapi, sebagai makhluk yang lemah tentunya kita sangat membutuhkan bantuan dari Allah, Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Tanpa bimbingan dari Allah niscaya kita tidak tahu hal-hal yang bermanfaat untuk kemudian diambilnya serta tidak akan tahu kejelekan lalu menghindar darinya.

Adalah Rasulullah n berlindung kepada Allah dari empat hal yang berdampak sangat jelek baik dalam kehidupan di dunia ini, terlebih di akherat nanti. Empat kejelekan itu seperti tersebut dalam do’a beliau n:

اَللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
“Wahai Allah, sesungguhya aku berlidung kepadaMu dari ilmu yang tidak bermanfaat,hati yang tidak khusyu’, jiwa yang tidak merasa kenyang (puas) dan dari doa yang tidak dikabulkan”. [HR. Muslim No 2722 dari Zaid bin Arqam]

Dalam hadits ini ada empat kejelekan yang harus kita waspadai:

Pertama : Ilmu yang tidak bermanfaat
Ketahuilah bahwa yang diinginkan dari ilmu adalah untuk diyakini dan diamalkan. Sehingga bila ilmu sebatas kliping pengetahuan yang menumpuk dibenak seorang dan tidak keluar sebagai amal nyata dalam kehidupan sehari-hari maka ini jenis ilmu yang membawa petaka bagi pemiliknya. Kelak dihari kiamat kaki seorang hamba tidak akan bergeser dari sisi Rabbnya sampai ditanyai tentang beberapa perkara, diantaranya : tentang ilmunya apa yang telah ia lakukan. Mengamalkan ilmu juga merupakan cara yang terbaik untuk terjaganya ilmu tersebut serta mengakar pada kalbu.

Dan di sana ada beberapa perakara yang masuk kategori ilmu yang tidak bermanfaat, diantaranya:

1.      Ilmu yang dicari untuk mendebati para ulama dan untuk menyombongkan dihadapan orang-orang bodoh. Orang yang seperti ini tergolong orang yang bodoh karena dia tidak tahu tujuan dari menimba ilmu yaitu untuk menghilangkan kebodohan dari dirinya dan beribadah kepada Allah diatas petunjuk.

2.      Menimba ilmu untuk mendapatkan kegemerlapan duniawi dan mencari popularitas. Nabi n bersabda :

مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّوَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمَهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ .
“Barangsiapa mempelajari ilmu, sesuatu yang (seharusnya) dicari dengannya wajah Allah ‘azza wajalla (namun) ia tidaklah mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan dengannya harta benda dunia maka ia tidak akan mendapatkan bau syurga dihari kiamat. [HR. Abu Daud dan dishahihkan sanadnya oleh Imam an Nawawi]

3.      Ilmu yang tidak ditebarkan kepada orang lain apa lagi sampai tingkatan menyembunyikan ilmu dari orang yang sangat membutuhkan. Padahal bila ia menebarkannya lalu diamalkan oleh orang niscaya akan menjadi amal jariah baginya, yang pahala terus mengalir kepadanya sekalipun ia telah mati.

4.      Ilmu yang menjurus kepada kemaksiatan dan kekufuran seperti ilmu sihir. Ilmu seperti ini haram untuk dipelajari dan dipraktekan.

Kedua : Hati yang tidak khusyu’
Ini adalah jenis hati yang tidak tenteram dengan mengingat Allah. Padahal hati hanyalah dicipta untuk tunduk kepada yang menciptakannya (Allah) sehingga dada menjadi lebar karenanya dan siap untuk dberi cahaya petunjuk. Jika kondisi hati tidak seperti itu berarti ia adalah hati yang kaku dan gersang yang kita berlindung kepada Allah darinya. Allah berfirman :
فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللهِ , أُولَئِكَ فِيْ ضَلاَلٍ مُبِيْنٌ
 “Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. [QS. Az Zumar : 22]

Kekhusyu’an dalam hati sumbernya adalah pengetahuan yang mendalam tentang Allah dan kebesaranNya. Oleh karenanya ada yang khusyu’ hatinya karena mengetahui bahwa Allah dekat dengan hambaNya dan mengatahui gerak-geriknya sehingga ia malu jika Allah melihatnya dalam penentangan terhadap aturanNya. Ada juga yang karena memandang dahsyatnya hukuman Allah kepada orang yang bermaksiat kepadaNya. Dan ada pula yang lainnya karena melihat kepada sempurnanya kekuasaan Allah dan besarnya anugerah dariNya yang tidak bisa dihitung.

Allah telah memuji orang-orang yang khusyu’ serta mempersiapkan surga bagi mereka. Ketika Allah meyebutkan para lelaki dan wanita yang khusyu’ Allah menyatakan:

أَعَدَّ اللهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَ أَجْراً عَظِيْمًا
“Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. [QS. Al Ahzab : 35]

Seorang yang khusyu’ dalam melaksanakan ibadah niscaya akan merasakan lezatnya berbisik-bisik dan memohon kepada Sang Khalik. Hatinya menjadi damai dan selalu tenteram mengingatNya.

Adapun khusyu’ dalam shalat maka ia merupakan ruh dari shalat tersebut dan dengannya bertumpu penilaian shalat seorang hamba.

Di sana ada beberapa perkara yang bisa membantu hamba untuk mewujudkan kekhusyu’an dalam shalatnya, diantaranya :

1. Mendatangi shalat dengan tenang dan tidak terburu-buru meskipun iqamat telah dikumandangkan dan shalat sebentar lagi akan dijalankan.
2.    Mendahulukan menyantap hidangan bila hidangan makanan telah disuguhkan. Hal ini bukan berarti mandahulukan hak diri sendiri diatas hak Allah, karena kekhusyu’an adalah hak Allah yang akan terwujud disini dengan segera menyantap hidangan makanan yang telah disuguhkan. Nabi n bersabda : (yang artinya) “Bila makan malam telah dihidangkan maka mulailah makan malam sebelum shalat  maghrib. [Hr Al Bukhari dan Muslim]
3.    Berusaha memahami apa yang dibaca dalam shalatnya, karena dahulu Rasulullah n apabila melewati ayat yang menyebutkan azab beliau berlindung kepada Allah darinya dan apabila melewati ayat yang menyebutkan rahmat Allah, beliau memohon rahmat dan apabila melewati ayat yang padanya ada bentuk pensucian kepada Allah maka beliaupun bertasbih”. [ HR. Ahmad, Muslim dan Sunan yang empat dari Hudzaifah]

4.      Tidak menahan buang air besar dan buang air kecil.
5.      Menyingkirkan segala yang bisa mengganggu kekhusyu’an dalam shalat.
6.  Pandangan diarahkan ke tempat sujud dan tidak menoleh apalagi sampai mengangkat pandangan ke atas, karena dahulu Rasulullah apabila shalat beliau menundukkan kepala dan mengarahkan pandangannya ke tanah.
Demikian diantara kiat-kiat untuk khusyu’ di dalam shalat, bila seorang menjalankan shalat dengan khusyu’ niscaya shalat yang dilakukannya akan bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar, dan sesuai dengan tenteramnya hati hamba dengan Allah sesuai dengan itu pula manusia sejuk memandangnya.
Khusyu’ dalam shalat merupakan sebab diampuninya dosa sebagaimana sabda Nabi n:

مَامِنْ إِمْرِئٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوْبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوْءَهَا وَخُشُوْعَهَا وَرُكُوْعَهَا إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوْبِ مَالَمْ يُؤْتَ كَبِيْرَةً
“Tiada seorang yang telah sampai kepadanya (waktu) shalat wajib lalu dia membaguskan wudhunya’, khusyu’ dan ruku’nya kecuali shalat itu akan mengampuni apa yang dilakukan dari dosa sebelum shalat itu selama dosa besar tidak dilakukan. [HR. Muslim]

Ketiga : Jiwa yang tidak pernah puas.
Tenteram dan puasnya jiwa merupakan kebahagiaan hidup yang tak ternilaikan dengan apapun. Namun sayangnya tidak semua orang mendapatkan kepuasan jiwa dan kehidupan yang bahagia. Bahkan harta yang melimpah ruah serta jabatan yang terpandangpun terkadang belumlah mampu mengantarkan seorang kepada kebahagiaan hidup. Rasulullah n telah menjelaskan hakekat kaya dan tenteramnya jiwa dalam sabdanya:

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
“Bukanlah yang namanya kaya karena banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah kayanya jiwa”. [Muttafaqun’alaih]

Andaikata seorang ingin menuruti nafsu serakahnya terhadap dunia niscaya habis umurnya untuk sesuatu yang sia-sia. Kematian datang kepadanya sementara keinginan nafsunya belum tercapai seluruhnya.

Ketidak puasan dengan pemberian Allah akan melahirkan beberapa problematika hidup yang berdampak serius bagi kelangsungan hidup di dunia ini. Seorang yang rakus terhadap harta misalnya ia akan berusaha mengumpulkan harta dan tidak akan peduli dari jalan apapun ia mendapatkannya. Dia akan berani menabrak norma-norma agama dan melepaskan adab-adab kesopanan di tengah masyarakat. Dia juga akan bakhil dengan apa yang telah didapat sehingga tidak mau berderma dan enggan menyantuni orang yang papa dan menderita.

Orang yang seperti ini dibenci oleh Allah dan tidak disukai oleh manusia. Diantara bentuk ketidak puasan jiwa adalah tidak ada puas-puasnya dalam hal makan, minum dan berpakaian. Sehingga untuk mengejar kepuasan semu tersebut seorang terkadang malampaui batas dalam menggunakannya dan berusaha untuk memenuhi kepuasan jiwanya dengan melakukan pelanggaran agama dan menyelisihi akal sehat.

Sikap menerima pemberian Allah dan merasa cukup dengan anugerahnya merupakan ladang kesuksesan, sebagaimana sabda Nabi n:
فَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًاوَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَاآتَاهُ
“Telah sukses orang yang masuk Islam dan diberi rezeki yang cukup dan merasa puas dengan pemberian Allah. [HR. Muslim dari Abdullah bin ‘Amr]

Agar seorang bisa merasa puas dengan pemberian Allah disana ada beberapa factor yang melandasinya :
1.      Melihat dari sisi takdir, yaitu tatkala seorang telah berusaha untuk menggapai cita-cita dengan sepenuh semangat yang dibarengi dengan tawakkal kemudian dia mendapatkan hasil tidak seperti yang dicita-citakan maka hendaklah ia yakin bahwa itu adalah suratan takdir sehingga dia ridha dengan keputusan Allah. Dia juga hendaknya berbaik sangka terhadap Allah bahwa itu yang terbaik baginya, karena bisa jadi jika Allah melimpahkan rezeki kepadanya sesuai dengan cita-citanya dia akan lupa kepada Allah, dia akan sombong dan menggunakan nikmat untuk maksiat.
2.      Melihat besarnya tanggung jawab,karena besarnya nikmat menuntut banyaknya rasa syukur yang jika dia diberi rejeki melimpah belum tentu bisa mengungkapkan rasa syukur kepada Allah sehingga nikmat malah menjadi beban atasnya.
3.      Melihat orang-orang yang dibawahnya dari sisi harta dan yang semisalnya. Dengan demikian dia akan mensyukuri pemberian karena ternyata masih banyak orang-orang yang lebih mengenaskan kondisinya dibanding dirinya. Nabi n bersabda (yang artinya) : ”Lihatlah orang yang lebih rendah dari kalian dan jangan melihat yang lebih tinggi dari kalian. Karena yang demikian sangat pas untuk kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan kepada kalian. [Muttafaqun’alaih]. Maksud dari melihat yang lebih rendah yakni dari sisi harta dan kondisi keduniaan.

Keempat : Do’a yang tidak di dengar dan tidak dikabulkan oleh Allah.
Ini tentunya suatu kerugian besar karena hamba tidaklah mampu untuk mendatangkan maslahat bagi dirinya tanpa bantuan Allah. Bagaimana tidak merugi padahal Allah telah menjanjikan akan mengabulkan permohonan hambaNYa. Allah berfirman :
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. [QS Ghafir : 60]

Tidak dikabulkan do’a bukan berarti Allah ingkar janji, hanya saja hambalah yang belum memenuhi persyaratan diterimanya do’a. Ibrahim bin Adham pernah ditanya tentang ayat tadi dan bahwa kami telah berdo’a kepada Allah namun belum dikabulkan?. Ibrahim bin Adham menjawab : Kamu kenal Allah namun tidak mau mentaatiNya, membaca Al Quran lalu tidak mengamalkannya, tahu setan tapi malah mencocokinya, mengaku cinta kepada rasul namun meninggalkan sunnahnya, mengaku cinta kepada syurga tetapi tidak beramal untuknya, mengaku takut neraka namun tidak berhenti dari dosa, kamu mengatakan bahwa kematian itu benar adanya tetapi tidak bersiap-siap menghadapinya, sibuk dengan kesalahan orang dan tidak melihat kesalahan sendiri, memakan rejeki Allah tetapi tidak bersyukur dan kamu mengubur orangyang mati namun tidak mau mengambil pelajaran.[al Khusyu’ fish Shalah karya Ibnu Rajab :39]

Tiada yang lebih bermanfaat bagi kita dari bermuhasabah (introspeksi diri). Barangkali kita belum tulus ketika memohon kepada Allah, memohon dengan hati yang lalai dan bermain-main serta jauh dari keseriusan atau mungkin kita tergesa-gesa ingin dikabulkan lalu karena tidak kunjung dikabulkan kemudian kita meninggalkan do’a.

Perkara-perkara tersebut merupakan factor utama dari tertundanya jawaban atas permohonan kita. Dan jangan sampai lupa pula bahwa makanan, minuman dan pakaian yang haram juga merupakan factor utama ditolaknya do’a. Oleh karena itu koreksilah diri ini dan ajaklah untuk memenuhi persyaratan do’a semoga jawaban dari Allah atas do’a kita menjadi kenyataan. Jangan pernah kecewa dalam berdo’a bila tidak kunjung dikabulkan karena do’a itu sendiri merupakan ibadah yang tentu ada nilainya disisi Allah dan bisa jadi karena Allah suka dengan rintihan hamba kepadanya yang seandainya segera dikabulkan do’anya bisa jadi dia sudah tidak lagi merintih dihadapan rabbnya.

Akhirulkalam, semoga Allah senantiasa membimbing kita kepada hal yang bermanfaat untuk dunia dan akherat kita dan selalu menjauhkan kita dari segala kejelekan.


والله تعالى أعلم بالصواب



Related Posts