Mencukur
Rambut Bayi
Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu'thi
Pada
hari ketujuh diperintahkan untuk menggundul rambut bayi. Hal ini berlandaskan
beberapa hadits diantaranya :
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ
تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى
“Setiap
anak tergadaikan dengan aqiqahnya, aqiqah disembelih untuknya pada hari
ketujuh, dan digundul kepalanya dan diberi nama”. [Hadits Shahih, riwayat Ahmad
dan Ahlussunan yang empat dari Sahabat Samurah]
Demikian
pula hadits Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengaqiqahi
al Hasan dengan kambing dan beliau bersabda :”Wahai Fathimah gundullah
kepalanya”. [Shahih Sunan at Tirmidzi : 1519]
Dan
yang dimaksud menggundul kepala bayi disini adalah menggundul seluruh rambut
kepalanya, bukan menggundul sebagiannya. Karena menggundul sebagian rambut
kepala dan membiarkan sebagiannya telah datang adanya larangan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam. [lihat
Shahih al Bukhari dari hadits Ibnu Umar no : 5921]
Akan
tetapi bila ada suatu darurat untuk menggundul sebagian kepala seperti untuk
pengobatan maka tidak mengapa. [lihat Fathul Bari 10/360]
-
Masalah : Perintah
untuk mencukur rambut bayi apakah khusus untuk bayi laki-laki atau juga bayi
perempuan?. Disini ada dua pendapat: ada yang mengatakan dimakruhkan untuk bayi
perempuan dan ini pendapat al Mawardi dan ada juga ulama yang mengatakan sama
seperti bayi laki-laki. Ini pendapat sebagian ulama Hanbali. [lihat Fathul Bari
9/595]
Pendapat yang mengatakan digundul lebih kuat berlandaskan hadits :
إِنَّمَا النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
“Hanyalah
wanita itu sama seperti laki-laki”. [Hr. Ahmad, Abu Daud dan at Tirmidzi dari
hadits ‘Aisyah. Asy Syaikh al Albani mengatakan Shahih dalam Shahih al Jami’ no
: 333]
Dengan demikian tidak dibedakan laki-laki
dari perempuan kecuali jika telah datang padanya dalil. Iya, untuk tahallul
(keluar) dari amalan haji dan umroh serta kondisi yang lain, wanita tidak boleh
menggundul kepalanya berdasarkan hadits Nabi (yang artinya) : Wanita tidak ada
keharusan menggundul, hanyalah bagi mereka memendekkan (rambut). [Hr. Abu Daud
dari Ibnu Abbas dan dinyatakan sohih oleh al Albani dalam Shahih al jami’]
·
Hikmah menggundul rambut
Perintah
agama pasti mengandung hikmah dan maslahat yang mendalam. Apa yang kita ketahui
baru sekelumit dari mendalamnya hikmah
Allah dibalik perintah ini. Berkata Ibnul Qoyyim: menggundul kepala bayi adalah
untuk menghilangkan (rambut) yang kotor darinya,membuang rambut yang lemah agar
diganti dengan rambut yang lebih kuat dan lebih kokoh darinya,dan bermanfaat
buat kepala disamping itu ia meringankan (beban) dari bayi,membuka pori-pori
kepala agar uap bisa keluar darinya dengan mudah. Hal seperti ini akan
menguatkan penglihatan,indra penciuman dan pendengarannya. [Tuhfatul Maudud :
48]
·
Bersedekah dengan perak seberat
rambut bayi yang di gundul.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan
putrinya, Fatimah, untuk bersedekah bagi anaknya seberat rambut bayi yang
digundul berupa perak, seperti tersebut pada hadits Ali bin Abi Thalib,ia
berkata: Rosulullah mengaqiqohi al Hasan dengan satu kambing, lalu beliau
bersabda: Wahai Fatimah, gundullah kepalanya dan bersedekahlah seberat
rambutnya berupa perak. Ali berkata: Lalu kami menimbang (rambut)nya dan
beratnya adalah satu dirham atau sebagian dirham. [Shahih sunan at Tirmidzi No:
1519]
Maka sudah
menjadi keharusan bagi yang memiliki keluasan untuk bersedekah seberat
rambutnya berupa perak. Jika tidak mampu maka Allah tidak membenani suatu jiwa
diatas kemampuannya.
Kemudian,
seperti yang disebutkan oleh Ibnu Hajar dalam at Talkhis (4/148) bahwa seluruh
riwayat sepakat dalam menyebutkan (sedekah dengan) perak. Tidak ada sedikitpun
yang menyebutkan emas.
Adapun waktu
bersedekah dengan perak maka pada hari ketujuh seperti yang dipahami dari hadits,
ini pendapat imam Ahmad. [lihat ahkamul maulud fissunnah al mutahharah 79-80 ]
Dan sebagian
ulama ada yang berpendapat jika pada hari ketujuh tidak ada tukang cukur yang
bisa menggundul kepalanya maka bisa diperkirakan beratnya perak yang
disedekahkan. [Asy Syarhul Mumti’ 7/321]