Memberi Nama
Anak
Oleh Al-Ustadz Abu Muhammad Abdul Mu'thi
Pada
hari ketujuh dari kelahiran bayi ia sudah harus diberi nama, ini dalam rangka
menjalankan perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana tersebut dalam hadits Abdullah
bin ‘Amr radhiyallahu anhu , bahwa Nabi
shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan
untuk menamai anak pada hari ketujuh….[ Dinyatakan hadits hasan oleh Asy Syaikh
al Albani dalam Shahih sunan at Tirmidzi no: 2832 cet. Al Ma’arif]
Namun
dibolehkan memberi nama anak sebelum hari ketujuh. Landasannya adalah hadits
Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
وُلِدَلِيَ الَّيْلَةَ غُلاَمٌ فَسَمَّيْتُهُ
بِاسْمِ أَبِي إِبْرَاهِيْمَ صلى الله عليه وسلم
“Terlahir bagiku tadi
malam anak laki-laki lalu aku memberinya nama (seperti nama) bapak saya, (Nabi)
Ibrahim shallallahu
alaihi wa sallam. [Shahih Muslim 2310]
Berkata
an Nawawi rahimahullah :”Boleh menamakan
anak di hari kelahirannya”.[ Syarh Shahih Muslim 14/100]
Berkata
Ibnul Qoyyim :”Sesungguhnya hakekat penamaan adalah memperkenalkan sesuatu yang
diberi nama. Karena jika sesuatu itu ada sementara ia tidak diketahui namanya
tentunya tidak ada sesuatu yang menjadikan ia dikenal. (Bila demikian) maka
boleh untuk memberi nama pada hari kelahirannya, dan boleh mengakhirkannya
sampai tiga hari dan sampai hari di aqiqahi (hari ketujuh) dan boleh (juga)
sebelum itu dan setelahnya, perkaranya disini luas”. Disini Ibnul Qoyyim
membolehkan memberi nama anak setelah hari aqiqah (setelah hari ketujuh), namun
dalam rangka mengamalkan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam seharusnya
dihari ketujuh sudah diberi nama,atau kalau seorang mau maka boleh memberi nama
sebelum hari ketujuh. [Tuhfatul Maudud : 71]
·
Yang Berhak Memberi Nama
Berkata
Ibnul Qoyyim :”Suatu hal yang tidak ada perselisihan padanya diantara manusia
(ulama) bahwa jika terjadi perselisihan antara bapak dan ibunya anak dalam
penamaan anak maka bapaklah yang memiliki hak”. [Tuhfatul Maudud :85]
Berkata
Syaikh Ibnu Utsaimin :”Pada dasarnya (masalah] penamaan dikembalikan kepada
(hak) bapak, karena dia yang memiliki hak kewalian. Akan tetapi seyogiyanya Si
bapak bermusyawarah dengan ibunya anak dan saudara-saudaranya anak dalam
penamaan….dan suatu hal yang telah maklum bahwa seorang apabila bersikap lapang
terhadap keluarganya dan bermusyawarah dalam perkara seperti ini tentu tidak
diragukan lagi hal itu termasuk kebaikan. Dan terkadang pendapat ibu
bertentangan dengan pendapat bapak dalam penamaan, maka yang dijadikan pegangan
adalah pendapat bapak. Namun, bila mampu memadukan antara dua pendapat tersebut
dengan memilih nama yang ketiga (yang lain) yang bisa disepakati oleh dua belah
pihak tentu ini lebih baik. Karena setiap kali terjadi adanya kecocokan tentu
lebih baik dan enak di hati.[Asy Syarhul Mumti’ : 7/322]
·
Memberi Nama yang bagus
Hendaknya
orang tua atau yang menduduki kedudukannya memberi nama anaknya dengan
nama-nama yang bagus, yaitu bagus secara makna dan tidak bertentangan dengan
aturan agama. Berkata Ays Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin :”Dalam
kesempatan ini hendaknya seorang memilihkan untuk anaknya nama yang nantinya
anak tidak akan menanggung celaan disaat dewasa dan tidak merasa tersakiti
dengan nama itu, karena terkadang seorang ayah menyukai suatu nama tertentu
akan tetapi di kemudian hari sang anak merasa tersakiti dengan nama tersebut
sehingga menjadi sebab anak itu terganggu. Dan suatu hal yang maklum bahwa
menyakiti seorang mukmin itu haram sehingga seorang (hendaknya) memilihkan nama
yang terbagus dan paling dicintai Allah…..[Asy Syarhul Mumti’ 7/320-321]
Secara
fitroh, orang senang dengan sebutan yang baik serta suka mendengarkan dan
melihat sesuatu yang indah sehingga sangat tidak tepat bila ada yang mengatakan
“Apa arti sebuah nama”.
Bila kita
melihat sunnah Nabi shallallahu
alaihi wa sallam , kita akan dapati beliau shallallahu alaihi wa sallam menyukai
nama yang baik dengan bukti ketika ada seorang sahabat memiliki nama yang tidak
baik beliau menggantinya. Dahulu sahabat Umar bin Khattab memiliki anak
perempuan yang diberi nama ‘Aashiyah (عَاصِيَةُ) maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi nama ia dengan Jamilah (جَمِيْلة). ‘Aashiyah artinya
wanita yang bermaksiat sedangkan Jamilah artinya wanita yang cantik.
Sa’id bin al
Musayyib meriwayatkan dari bapaknya, bapaknya dari kakeknya bahwa ia datang
kepada Nabi shallallahu
alaihi wa sallam maka Nabi bertanya “Siapa namamu? Ia (kakeknya Sa’id) menjawab
“Hazn”. Nabi shallallahu
alaihi wa sallam berkata “Kamu Sahl”. Berkata Hazn “Aku tidak akan merubah nama
yang bapakku manamaiku dengannya. [Shahih al Bukhari 6190]
Hazn artinya
keras, kaku dan kasar. Sedangkan Sahl artinya mudah dan lunak. Berkata Sa’id
bin al Musayyib bin Hazn : “Perangai kaku/keras setelah itu selalu ada di
tengan-tengah (keluarga) kami.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam merubah
nama yang jelek dengan nama yang baik. Karena nama yang baik padanya ada suatu
pengharapan kebaikan, sedangkan nama yang jelek menjadikan seorang beranggapan ada kesialan padanya. Dan memang,
nama punya pengaruh dan sarat akan makna, coba Anda perhatikan hadits Sa’id bin
al Musayyib tadi, bagaimana pengaruh nama yang jelek dirasakan keluarganya
padahal Nabi shallallahu alaihi wa sallam sudah
menyarankan kakeknya untuk merubah namanya (Hazn) kepada nama yang baik yaitu
Sahl, namun ia menolaknya dengan alas an tidak mau merubah nama yang telah
diberikan kepadanya oleh orang tuanya, karena tetap bersikukuh dengan nama
jelek yang diberikan oleh orang tuanya, maka pengaruh dari nama jelek itu
dirasakan hingga oleh anak cucunya.
Dahulu
ketika perjanjian Hudaibiyyah antara pihak muslimin dan kafirin para diplomat
kafi Quraisy datang untuk berunding dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, namun
tidak ada yang berhasil sampai datang utusan dari mereka yang bernama Suhail
bin ‘Amr. Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam melihat Suhail datang Nabi menyatakan “قَدْسَهُلَ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ” Perkara
kalian telah mudah. [lihat Shahih al Bukhari no :2732] Suhail artinya mudah.
·
Nama yang Paling Bagus
Disunnahkan
bagi keluarga yang dianugerahi anak untuk memilihkan nama baginya dari
nama-nama yang dicintai Allah ta’ala dan yang mendekatinya dari nama-nama yang
baik
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda (
yang artinya) :”Sesungguhnya nama-nama kalian yang paling dicintai Allah adalah
‘Abdullah dan Abdurrahman”. [Shahih Muslim :2132 dari Ibnu Umar]
Demikian pula
sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam :
أَحَبُّ اْلأَسْمَاءِ إِلَى الله عَزَّوَجَلَّ عَبْدُ اللهِ وَعَبْدُ
الرَّحْمَنِ وَأَصْدَقُهَا حَارِثٌ وَهَمَّامٌ وَاَقْبَحُهَا حَرْبٌ وَمُرَّةٌ.
“Nama-nama
yang paling dicintai oleh Allah ‘Azza wajalla adalah ‘Abdullah dan ‘Abdurrahman
dan yang paling jujur/cocok adalah Harits dan Hammam dan paling jeleknya adalah
Harbun dan Murrah”. [Hr. al Bukhari dalam al Adab al Mufrad dan dishahihkan oleh
Syaikh al Albani dalam Shahih al Adab no: 625]
Hammam
artinya adalah orang yang punya tekad/kehendak, sedangkan Harits artinya adalah
orang yang berusaha. Dikatakan paling jujurnya nama karena mencocokinya nama
terhadap makna. Karena tekad adalah permulaan suatu keinginan dan dari
keinginan ini akan muncul adanya usaha. Sehingga orang yang diberi nama dengan
dua nama tersebut tidak terlepas dari hakekat maknanya. Ini berbeda dengan orang
yang diberi nama selain dua nama ini. [Faidhul Qadir 1/219]
Sedangkan
Harbun artinya adalah perang dan Murrah artinya pahit. Adapun hadits yang
berbunyi :
أَحَبُّ اْلأَسْمَاءِ إِلَى اللَّهِ مَاعُبِّدَ وَحُمِّدَ
“Nama yang
paling dicintai Allah adalah yang menunjukkan kepada (arti) penghambaan (kepada
Allah) dan (arti) pujian”.
Maka Syaikh
al Albani mengatakan tidak ada asal usulnya. Hal ini telah ditegaskan oleh as
Suyuthi dan selainnya”. [as Silsilah adh dhaifah no : 411]
Dan bagus
kiranya memberi nama seperti nama-nama para Nabi alaihimush shalatu was salam . Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda : تَسَمُّوا بِاسْميِ “Ambillah nama (seperti)
nama saya”. [Shahih Muslim no : 2134]
Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga memberi
nama sebagian anak sahabatnya dengan nama para Nabi seperti dalam Shahih al
Bukhari [No : 6198]
·
Nama nama Yang di Haramkan
Disana ada
penamaan anak yang diharamkan agama, diantaranya :
1. Seluruh nama
yang padanya ada bentuk penghambaan kepada selain Allah, semisal عَبْدُ حُسَيْنٍ (hamba Husain) dan عَبْدُ الرَّسُوْلِ (hamba Rasul).
Bagi yang namanya ada bentuk penghambaan kepada selain Allah maka
wajib diganti. Berkata Ibnu Hazm : “Mereka (ulama) sepakat tentang haramnya
setiap nama yang menunjukkan penghambaan kepada selain Allah. [Tuhfatul Maudud
halaman :72]
Dan bila seorang punya ayah atau kakek yang namanya padanya ada
bentuk penghambaan selain Allah, sedangkan mereka telah meninggal maka nama
tersebut tidak harus dirubah. Hal ini berlandaskan hadits أَنَاابْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِّبِ “Saya putera Abdul Muththalib [Shahih al Bukhari no :2864]
Hal ini (tidak mengganti nama yang sudah
meninggal) diperbolehkan karena bersifat pengabaran bukan memulai membuat nama
[lihat Asy Syarhul Mumti’ 7/320]
2. Nama مَلِكُ الْمُلُكِ (rajanya seluruh kerajaan), سُلْطَانُ السَّلاَطَيْن (penguasanya para penguasa) dan شَاهٍ شَاه (raja yang diraja)
Landasan tentang ini
adalah hadits Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, : (yang artinya): “Orang yang paling dimurka
dan paling jelek disisi Allah di hari kiamat adalah seorang yang diberi nama مَلِكَ اْلأَمْلاَكِ (rajanya seluruh makhluk),
(padahal) tiada raja yang sesungguhnya kecuali Allah”. [Muttafaqun’alaih]
3. Nama سَيِّدُ النَّاسِ (sayyidunnasi/ pemimpin manusia) dan سَيِّدُالْكُلِّ (sayyidul kulli/ pemimpin seluruhnya) karena nama ini hanya
untuk Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam
4. Nama yang
itu khusus untuk Allah seperti اَلاَحَدُ (yang maha esa) dan اَلرَّزَّاقُ (sang pemberi rejeki).
[lihat kitab Tuhfatul Maudud karya Ibnul Qoyyim]
· Nama-nama Yang di Makruhkan
Yang
dimaksud disini adalah nama-nama yang dilarang namun belum sampai tingkatan
haram seperti Yasar (mudah), Rabah (orang yang untung), Najah (sukses) dan Aflah
(beruntung). Hal ini berlandaskan hadits Samurah bin Jundub bahwa ia berkata
:”Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam melarang kami dari menamai budak kami dengan empat nama (yaitu)
Aflah, Rabah, Yasar dan Nafi’ “.[Shahih Muslim : 2136]
Nama-nama
yang tersebut diatas pada dasarnya dari sisi arti bagus, akan tetapi disana ada
perkara lain yaitu semisal ada seorang mencari sosok orang yang bernama Rabah,
(orang yang beruntung) lalu dikatakan bahwa disana tidak ada Rabah, maka orang
yang mendengarnya tidak suka dengan jawaban itu yaitu Rabah tidak ada, yang
bila diartikan berarti tidak ada disana orang yang beruntung, hal ini
dikhawatirkan akan memunculkan anggapan sial.
Imam an
Nawawi berpendapat bahwa larangan disini adalah makruh bukan haram. [Syarh
Shahih Muslim 14/96]
Dan berikut
ini beberapa penamaan yang dilarang :
1. Memberi nama
anak dengan nama-nama para syaithan seperti khinzab
2. Nama-nama
para thaghut dan diktator dzalim semisal Fir’aun dan Qarun
3. Nama-nama
yang memiliki arti yang tidak disukai oleh jiwa dan sulit diterima dihati orang
yang mendengarnya seperti Harb (perang), Murroh (pahit), Kalbun (anjing)dan
Hayyah (ular)
4. Nama-nama
malaikat. Dan ini diperselisihklan tentang kebolehannya. Asy Syaikh Ibnu
Utsaimin lebih condong bahwa itu makruh [asy syarhul mumti’ 7/322]
5. Memberi nama
anak dengan nama-nama al Quran dan surat-surat al Qur’an (selain nama-nama Nabi
dan Rasul) seperti طَهَ (Thaha) يَس (Yasin) dan حَم (Haa mim), sebagaimana
disebutkan oleh as Suhaili bahwa imam Malik memakruhkan memberi nama Yasin.
Adapun apa yang disebutkan oleh orang-orang awam bahwa Thaha dan Yasin termasuk
dari nama-nama Nabi shallallahu
alaihi wa sallam maka ini tidak benar, karena tidak disebut dalam hadits yang
shahih atau hasan atau mursal dan tidak ada pula penukilan dari Shabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam . ini
hanyalah huruf-huruf hijaiyyah diawal sebagian surat al Qur’an.[Tuhfatul maudud
75-80]
·
Penamaan yang mengandung unsur
tazkiyyah
Demikian
pula dilarang memberi nama anak dengan nama yang padanya ada bentuk tazkiyyah
(menganggap dirinya baik) seperti Mubarok (orang yang diberkahi), Muflih (orang
yang sukses), dan Barrah (wanita yang baik), karena bisa jadi kenyataannya ia
tidak seperti itu.[Tuhfatul maudud :74]
Telah
disebutkan dalam shahih Muslim pada kitabul adab bahwa Zainab bintu Abi Salamah
dahulu namanya Barrah (wanita yang baik) maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarangnya
dengan mengatakan :
لاَ تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ اللَّهُ أَعْلَمُ بِأَهْلِ البِرِّ مِنْكُمْ
“Janganlah kamu menganggap baik dirimu, (karena) Allah lebih
tahu terhadap orang yang baik dari kalian”. Kemudian Nabi shallallahu
alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk menggantinya dengan nama Zainab.
Berkata imam
ath Thabari :”Tidak sepantasnya seorang memberi nama dengan nama yang jelek
maknanya dan nama yang menunjukkan kepada menganggap dirinya baik dan (demikian
pula) nama yang artinya celaan. Meskipun nama hanyalah tanda bagi seorang yang
tidak dimaksudkan artinya. Akan tetapi sisi tidak disukainya jika ada orang
yang mendengar nama seperti itu nanti akan ada anggapan bahwa itu adalah sifat
bagi orang yang diberi nama tersebut. Oleh karena itu Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengganti
nama dengan suatu nama yang jika pemilik nama itu dipanggil maka nama itu benar
(mencocoki sifatnya). [Fathul Bari 10/577 cetakan as salafiyyah]
Berkata
Syaikh al Albani setelah menukil ucapan ath Thabari diatas : “Berdasarkan ini
maka tidak boleh memberi nama عِزُّ الدِّيْنِ (‘izzuddin/ pemulia agama), مُحْيِ الدِّيْن (muhyiddin /orang yang menghidupkan agama), نَاصِرُ الدِّيْن (nashiruddin/ penolong agama) ….dan yang semisalnya. [Ash Shahihah
1/427 cetakan maktabah al Ma’arif)